Lahir : Bandung, 31 Maret 1897
Wafat : Banten, antara Oktober – 20
Desember 1945
Makam : Bandung
Setelah
menamatkan pendidikannya di HIS (SD) di Bandung, R. Otto Iskandar Dinata
melanjutkan ke Sekolah Guru di Purworejo. Setelah selesai, ia diangkat sebagai
guru di Banjarnegara. Lalu dipindahkan ke Pekalongan. Di Pekalongan, Otto
diangkat sebagai wakil Boedi Oetomo dalam Dewan Kota. Karena sikapnya yang
selalu membela rakyat kecil dan mengkritik pengusaha-pengusaha Belanda, ia
kemudian berselisih paham dengan Residen Pekalongan. Akibatnya, ia kemudian
dipindahkan ke Jakarta, dan mengajar di Sekolah Muhammadiyah. Selain sebagai
guru, ia juga bergabung dengan Paguyuban Pasundan yang didirikannya
bersama-sama dengan dr. Kusuma Sujana tahun 1914. Ketika Otto kemudian diangkat
sebagai ketua dan Paguyuban Pasundan berubah menjadi partai yang berhaluan
kooperasi, organisasi tersebut menjadi maju dengan pesat.
Pada
tahun 1930, Otto Iskandar Dinata diangkat menjadi anggota Volksraad sebagai
wakil Paguyuban Pasundan. Di Volksraad Otto dikenal sebagai orang yang berani
mengecam pemerintahan Kolonial Belanda sehingga dijuluki “si Jalak Harupat”
(Burung jalak yang berani). Otto pun sering disuruh berhenti saat berpidato
karena kata-katanya yang keras dan berani.
Pada
tahun 1935, Otto ditarik dari keanggotaan Volksraad. Paguyuban Pasundan
kemudian bergabung dengan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Setelah organisasi
GAPI dilarang pada masa pendudukan Jepang, kegiatan Otto adalah mendirikan
penerbitan surat kabar Cahaya sebagai
ganti harian Sipatahunan yang
dilarang terbit pada tahun 1942. Otto pernah menjadi anggota Chuo Sangi In.
Pernah pula menjadi anggota PPKI. Ia juga sering bertukar pikiran dengan Gatot
Mangkupraja mengenai pembentukan PETA. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, Otto
diangkat menjadi menteri Negara dan ikut membentuk BKR.
Pada
akhir Oktober 1945, Otto Iskandar Dinata diculik oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab setelah sebelumnya ia menerima telepon untuk datang ke
Jakarta. Pada waktu itu memang sering terjadi peristiwa penculikan tanpa
maksud-maksud yang jelas. Demikian pula dengan Otto yang diculik oleh Laskar
Hitam tanpa sebab dan maksud yang jelas.
Jenazah
Otto kemudian ditemukan pada tanggal 20 Desember 1945 di Pantai Mauk,
Tangerang. Untuk menghormati jasa-jasa R. Otto Iskandar Dinata, berdasarkan
Surat Keputusan Presiden RI. No. 088/TK/1973, pemerintah menganugerahkan gelar
pahlawan nasional kepadanya.
Sumber:
Ajisaka, Arya. 2004. Mengenal Pahlawan
Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar